Rabu, 19 Januari 2011

Rukun Iman /Aqidah Al Islamiyah

Aqidah

Muqoddimah
Secara etimologi, lafadz “Aqidah” berasal dari Bahasa Arab yang diambil dari lafadz ‘عــقـد’ yang berarti ikatan, sumpah, janji. Data Qur’annya di QS. 4 : 33 = sumpah setia, di QS. 5 : 89 = sungguh-sungguh sumpah, di QS. 5 : 1 = janji, di QS. 2 : 235, 2 : 237, 20 : 27= aqad/ikatan  dan di QS 113 : 4 = simpul tali. Dalam Ilmu shorof  ia diterjemahkan dengan arti ikatan / perjanjian. Menurut Ulama, defenisi aqidah sebagai berikut :
   ما عـقـد عـلـيه ا لـقـلـب  و ا لضمـير
Artinya : ‘aqidah ialah  sesuatu yang mengikat hati dan nurani kepadanya
Atau Sesuatu yang terikat hati dan nurani padanya

‘Aqidah yang dimaksud ialah sebuah ikatan atau perjanjian (jalinan, hubungan) Qolbu dengan siapa saja (harusnya hanya Allah saja) yang dijalin berdasarkan pada rasa percaya dan  suka/cinta. Kepercayaan ini menyangkut iman. Sebab pasti sudah ada nilai pengakuan yang menyebabkan  ia berani bersandar. Namun sebenarnya ‘Aqidah hanya berlaku pada hubungan vertikal kepada Allah, sebab ‘aqidah itu menyangkut iman seseorang. Nama lain ‘Aqidah itu = iman. Makanya orang yang telah beriman itu disebut sudah beraqidah. Pelajaran mengenai keimanan disebut Ilmu tauhid.
Jadi bicara ‘aqidah berarti bicara tentang iman (kepercayaan). Dalam ajaran Islam, bab ‘Aqidah Islam didasarkan kepada Kajian Rukun Iman. Rukun Iman merupakan sumber rujukan pasti tentang bab Iman. Bila iman sudah sesuai dengan Kajian Rukun Iman = imannya sudah standar. Kapan Iman seseorang yang dikatakan standar ? jawab:   apabila Imannya sudah teraplikasi dengan baik dan benar ( terstruktur dengan standar yang benar ) bukan hanya teori dan ucapan lip service (di bibir ). Misalnya Iman pada Allah, maka secara otamatis aplikasinya seharusnya ia lebih dahulu memenuhi seruan Allah dari pada manusia, mendengarkan dan mematuhi apa kata Allah dari pada kata manusia. Mendudukkan cinta yang lebih pada Allah ketimbang cinta pada manusia. Artinya porsi yang diberikan pada Allah harusnya lebih besar dari yang lain.

Bahasa Lain dari Rukun Iman itu = konsep/kerangka dasar Iman. Iman jadi punya landasan, pondasi, acuan, latar belakang. Orang beriman harus punya dasar, alasan, landasan. Iman tanpa dasar ibarat rumah  tanpa pondasi. Rumah yang dibangun tanpa pondasi pasti rubuh.
Jadi kalau ada orang menyatakan sudah beriman, tanyakan mana dasarnya apa konsepnya bagaimana terapannya. Oleh sebab itu Urgensi kajian iman ini adalah untuk merichek iman sekaligus menyadarkan akan kekonyolan diri sendiri dengan menyebut beriman. Kajian ini sekaligus menjadi Korektor, apakah kita layak disebut sebagai seorang Mu’min atau tidak.
Pemahaman bab iman ini perlu difahami dengan baik, bila tidak maka iman  ini tidak bisa diaplikasikan dengan baik dan benar, minimal salah / keliru menerapkan (= salah kaprah), eksesnya secara pasti Iman kita cacat / tak paripurna bahkan penuh roiba (keraguan) dan bisa menyesatkan ( dhollan) orang lain. Sadarkah bahayanya ?. Sadarkah suatu pemahaman bisa membahayakan bukan saja bagi dirinya sendiri tapi juga orang yang disayanginya. Apakah kita rela jika yang kita sayangi mendapat Nar lantaran mengikuti saran kita yang konyol ?  tentu tidakkan. kenapa tak terangkat sadar dan ma’af pada diri kita sendiri, sebab Lama sudah kita rendam diri   kita  dalam kebodohan.

Itu semua masih pendahuluan, semacam pengantar saja. Untuk jelasnya kita harus bahas bab rukun Iman ini secara komprehensif. Namun disebabkan banyaknya bahasan tentang Tauhid ini. Maka pemateri hanya akan mengangkat beberapa bab Iman saja terutama Iman pada Allah, Iman pada Kitab dan Iman pada Rosul, itu semata-mata demi pendalaman.

Iman = percaya, yakin, amanah, jujur. jalinannya pun  bersifat qolbiyah (hati, jiwa, rasa) terutama menyangkut dengan hal yang supranatural dan eskatologis. Tetapi tetap harus diaplikasikan totalitas, tidak separoh-separoh, jangan iman setengah, setengah lagi kafir. Iman harus kaffah (paripurna). Secara komprihensif  Rosulullah Saw telah menjelaskannya  dengan tegas dan sempurna bahwa : الايما ن   : تصد يـق با لـقـلب  و الاعـتـرا ف با للسـا ن  و تـقـر ير بالا ر كا نه
Iman itu adalah membenarkan dengan qolbu, diarifi dengan lisan
dan diamalkan dengan anggota tubuh (praktek)

Ini berarti iman itu harus ada pengakuan benar di hati, difahami/dima’rifati/diarifi dengan lisan dan dilisankan dengan ‘arif,  serta diaplikasikan dengan anggota tubuh bukan disimpan diqolbu, medok terpacak mati di hati, mandek, mogok. Betulkah sudah seperti ini qolbu kita ?. Bisakah iman pada Allah kita wujud konkritkan (manifestasikan) ?. Bisakah Iman pada malaikat kita aplikasikan, Bagaimana iman pada Kitabullah kita aplikasikan ?. Tahukah mengaplikasikan iman kepada Rosul-rosul, dst.

Bila saja tidak tahu/belum tahu,  kini akan dibongkar namun tetap belum bisa semua sebab waktu belum cukup. Ingat jangan ‘ajula dengan Qur’an !. Waktu itu peluang, peluang berarti kesempatan. Berarti kita masih diberi kehidupan sebab masih diberi kesempatan / waktu. Waktu masih koma lagi belum titik. Bila saja titik pasti kita sudah diangkat (mati), tak ada lagi kesempatan. Jadi Waktu bagi orang Mu’min  bukan sama dengan uang, tapi sama dengan kesempatan/hidup. Jangan kita  bilang tak ada waktu,   adaaa ! hanya kita yang tak mau memberikannya. Kita beri waktu untuk Allah berarti kita beri ruang  untuk hidup bertuhan/ber-Allah. Mari kita beri waktu yang banyak untuk mengkaji agar ada peluang  untuk iman hidup = berkembang = bersemi. Jangan ada lagi iman yang kering, kerontang, gersang seperti gurun akibat menyatakan tak ada waktu untuk Allah.

Rukun Iman ada berapa ? jawabnya pasti enam. Sebutkan ! Iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah dan Iman pada Hari akhir (eskatologis) tambahan pada qodho dan qadar. Qodho dan Qadar berangkat dari Nabi SAW tertera dalam Hadits, sedangkan dalam Alquran terindikasi ada lima. 
Rujukan Qur’annya ada di surat Al Maaidah (4 : 136) . Lihat kata apa saja yang ada di ayat itu : Allah, Rosul, Kitab-kitab Allah , Malaikat dan Hari Akhir. Semua Rukun Iman itu akan dibahas secara singkat, dan Insya Allah padat.

1. Iman kepada Allah
Allah harus sudah sepakat difahami sebagai Ilah (tuhan). Ke-ILAHAN-nya pun AHAD. Kalam-Nya benar (Al-Haqq). Kedudukan-Nya melebihi  apa dan siapapun. Coba perhatikan QS. 2 : 165.
Artinya : ada segolongan manusia menjadikan yang lain sebagai tandingan kepada Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka cinta pada Allah.

Bayan :  Ini berarti Allah disejajarkan pada makhluk. Ini pelecehan pada Iman sendiri. Banyak kali yang dipertuhan. Kita cinta sama Allah tapi kenapa cinta juga sama yang lain. Sebetulnya kita  yang mana ?. Aku atau dia !. Inilah si Musyrik itu, berserikat aqidahnya. Kalau orang yang telah beriman cintanya lebih kepada Allah, ia tau Allah lebih dari segala-galanya. Tempatnya di Iman harus yang paling tinggi, cintanya harus lebih, prioritasnya nomor satu, derajadnya harus yang termulia di iman, perintahnya harus dikerjakan lebih dulu daripada yang lain, Kata-kataNya nomor satu di sima’. Inilah si Mu’min sejati. Jadi perbedaan antara mu’min dengan yang bukan adalah cintanya pada Allah, lebihkah atau disejajarkan. 
Banyak  ayat yang berkenaan dengan cinta pada Allah ini. Bila betul kita beriman kepada Allah, terus kita ngapain !. Apa bukti cintamu lebih pada Allah !. Bagaimana aplikasi ber-Iman pada Allah itu !. Coba Lihat QS. 49 : 15    :
Artinya : Sesungguhnya Al- Mu’minun itu ialah mereka yang beriman kepada Allah dan RosulNya , kemudian mereka tidak ada ragu dan mereka berjihad  dengan Maal dan diri mereka di jalur Allah. Mereka itulah para Shodiqun.

Bayan : Aplikasi mereka yang telah beriman itu adalah meniadakan keraguan, berjuang dengan Harta dan jiwa raganya di jalan Allah. Kalau iman tiada ragu lagi, apa buktinya ? jadilah Mujahid Allah dengan harta dan jiwa raga kita di jalan Allah.

2. Iman kepada Malaikat

Malaikat terambil dari dua lafadz yaitu Malaka dan la aka,  yang berarti berkuasa, berkekuatan, dan utusan. Ingat !. Malaikat adalah hamba Allah pula, ia adalah aparat Allah (4 : 172), tentaraNya sekaligus utusanNya pula. Kalau Malaikat sudah nuzul maka yang ada hanya ceria, hilang kesedihan dan kekhawatiran. Tiada lagi gundah gulana. Jangan hanya mengatakan Iman  pada malaikat, iya tapi bagaimana. Apakah cukup dengan sekedar percaya kalau dia ada ? sebagai orang yang beriman sudah wajib percaya. Lantas sesudah percaya, mau ngapain ?. Sekedar percaya doang kah, terus berhenti ?. Aplikasi termudahnya adalah kita fahami apa itu malaikat dulu baru karakteristiknya bisa kita praktekkan. Malaikat itu hamba Allah !. begitu Kita percaya, maka harus aplikasi, itu kata rosul lewat haditsnya tadi. Aplikasinya kita harus pula jadi Hamba Allah, bukan jadi hamba syaitan atau manusia. Siapa Yang mengimani Malaikat, jadilah hamba Allah juga, sepertinya. Malaikat itu makhluk yang senantiasa sujud dan tunduk patuh pada Allah, tidak sombong (16 : 49) dan tak mema’shiyati Allah (66:6)  maka jadikan diri kita senantiasa sujud dan tunduk patuh pada Allah pula, tidak berlaku sombong. Ini saja  dulu.


3. Iman kepada Kitab-kitab  Allah
Kitab adalah Kalam Allah, jadi petunjuk, penjelasan dan Pembeda bagi orang yang beriman. Orang yang beriman kepadanya seyogiayanya harus mau mentadabburinya (4:82), mengiqro’nya (17:14), Sima’ (7:204), jangan ajula (20:114), harus tartil (73:3). Kitabullah adalah sebaik-baik Qoul (39:23), maka berqoullah dengan memakai qur’an. Qur’an adalah wahyu dari Allah Al haq. Maka hiduplah dengan qur’an, hidupilah dirimu dengan Al-Qur’an.

4. Iman Kepada Rosul-rosul Allah
Ingat Rosul itu juga bermakna utusan. Sakral atau tidaknya seorang utusan sangat ditentukan oleh siapa yang mengutusnya dan apa yang dibawanya. Rosulullah itu, Allah yang mengutusnya. Sebagai orang yang beriman kepadaNya aplikasinya :(harus 33 : 21 Mentauladani Rosul). (4:80 . Taat pada Rosulullah), (8:24. Menjawab seruan Rosul), (24:51 . Sami’na wa ‘atho’na), (33:36. Menselaraskan kehendak dengan kehendak Allah dan RasulNya)


5. Iman kepada Hari Akhirat
Akhir adalah target, capaian arah, sasaran, cita-cita, tujuan dan Finish. Yaum itu = hari, kesempatan, saat. Allah menyatakan ( 93:4) Akhir itu lebih sempurna / baik dari dunia/awal/kini. Akhir bertemu Allah. Yaum cerita saat. Yaumillah = saat hari Allah. Kenapa tak kita ciptakan Yaum kita dengan Allah. Hari-hari bersama Allah. Tiada hari tanpa Allah. Jangan Yauminnas saja (Hari-hari dengan manusia).   

6. Iman kepada Qodho dan Qadar
Qhodho adalah keputusan Allah. Kita imani Allah maka kita harus rela pasrah tanpa rontaan pada semua keputusan/ketetapan Allah, sebab pada dasarnya apa saja yang ditimpakan/dibebankan kepada manusia masih dalan batas-batas kemampuannya, tidaklah melebihi kadar yang telah diberikanNya kepada manusia. Sadar akan kemampuan bahwa kita mampu melaksanakan semua keputusan Allah, itu sudah merupakan aplikasi bathiniyah yang baik. Tapi karena komponen yang satu ini dari Rasul (hadits) maka aplikasinya harus melihat para rosul dahulu. Rosul membentuk Makkah dan Madinah. Inilah monumental Ibrahim dan manumental Muhammad SAW. Kita sebagai ummatnya /pengikutnya harus pula berusaha maximum untuk membuat wilayah-wilayah bernuansa Islam di Muka bumi, paling tidak di setiap RT-RT keluarga-keluarga kita. Inilah aplikasi terbaik beriman terhadap Qodo dan Qadar. Dan ini pula telah sesuai dengan kapasitas kemampuan manusia (qadar) pada umumnya. Rosul menapaktilasi QodhoNya dengan memperhatikan Qadarnya sendiri. Akhirnya  Nabi Ibrahim as mampu mewujudkan Makkah sedang Nabi Muhammad saw mewujudkan Madinah.    


Penutup 


Pada artikel berikutnya Kita akan membahas secara lebih dalam konsepsi ajaran Iman di atas. Apa yang tertulis sebelumnya hanyalah sebuah kerangka dasar Iman yang selaiknya sudah kita format lebih dahulu agar lebih mudah memahami aplikatifnya Iman kita nantinya.

1 komentar:

Islam Pencerah mengatakan...

saya suka karena konsepsinya mengandung pesan-pesan moral, thank you